Minggu, 15 September 2019

Hubungan Metakognisi dengan Self-Regulated Learning (Kemandirian Belajar)


A.          Hubungan Metakognisi dengan Self-Regulated Learning (Kemandirian Belajar)
Pengaturan Diri dalam belajar atau Self-Regulated Learning disebut juga sebagai Kemandirian Belajar. Self-Regulated Learning atau SRL merupakan strategi pemanfaatan kognisi untuk mengatur perencanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Menurut Flavell, konsep metakognitif dibagi 2 yaitu:
·        Pengetahuan tentang kognisi (Knowledge about Cognition), atau metacognitive knowledge. Aspek pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan individu tentang pemahaman kognitifnya sendiri. Pengentahuan ini berkembang sejalan dengan usai dan pengelaman seseorang. Kesadaran akan kemampuannya ini tidak dapat dijadikan garansi bawha siswa menjadi aktif dan menjadi pembelajar yang memiliki strategi.
·        Regulasi Metakognitif (Metacognitive Regulation). Regulasi ini mengarah pada mekanisme pengaturan diri seperti mengecek, merencanakan, memonitor, mengetes, merevisi dan mengevaluasi dari aktivitas pembelajar atau pemecahan masalah. SRL terjadi ketika pembelajar secara sistemati mengatur perilaku dan kognisinya mencapai tujuan belajar.
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa aspek yang kedua merupakan SRL dan mempunyai fungsi untuk melakukan mengecek, merencanakan, memonitor, mengetes, merevisi dan mengevaluasi kegiatan belajar atau pemecahan masalah.
Menurut Wolters 1993; Gordon and Braun, 1985 dalam Ajisuksmo 1996, SRL bukan hanyak aspek yang menari dan penting dari metakognisi, tetapi juga merupakan pusat inteligensi. SRL memainkan pernaan dalam banyak macam aktivitas kognitif.
Menurut Browns 1978m berpikir efisien yang ditandai oleh kemampuan mengecek, memonitor dan pengetasn yang realistik dalam definisi inteligensi terbaik. Sebagai contohn, penelintian yang dilakukan oleh Borkowski dan Turner pada tahun 1993. Hasil penelitian tersebut melaporkan cara belajar anak penderita gangguan mental, regular dan berbakat. Dilaporkan terdapat beberapa perbedaan dalam keterampilan metakognisi seperti: membuat keputusan diantara tiga macam anak-anak tersebut. Anak dengan gangguan mental tidak memiliki strategi yang sophiscated dan aktivitas pengaturan dalam prosesn belajar mereka. Sedangkan anak berbakat merelasisaikan ektevitas dari strategi dan menerapkan secara cepat dan juga mereka memodifikasi strategi berhadapan perubahan tuntutan tugas.
Menurut penelitian Kluve pada tahun 1987, perebedaan umur memengaruhi aktivitas regulasi. Anak-anak lebih muda terlihat menerapkan banyak strategi seperti anak-anak yang lebih tau. Namun, anak -anak lebih tua menggunakan operasi analisis dan membangun model secara lebih disbanding apa yang dikerjakan oleh yang lebih muda. Strategi belajar merupakan berbagai oeprasi mental yang digunakan memfasilitasi belajarnya.


B.           Pengaturan Diri dalam Belajar (Self-Regulated Learning/SRL)
Sebelum SRL diuraikan, ada pengaturan diri dalam tingkah laku yang perlu untuk diuraikan.
1.      Pengaturan Diri dalam Tingkah Laku
Franken menjelaskan para peneliti membuktikan intenions atau niat yang baik saja tidak cukup untuk mewujudkan tingkah laku. Niat yang baik harus diterjemahkan menjadi tindakan yaitu suatu proses yang tergantung pada pengealan kekuatan biologi pada satu sisi dan kekuatan belajar serta kognisi pada sisi yang lain. Teori pengaturan diri ini berasal dari teori kognisi social etentang tingkah laku.
Menurut Bandura, pengaturan diri meliputi 3 proses yaitu:
1)      Observasi diri. Sebelum mengubah tingkah laku pada diri, seorang individu harus menyadari tingkah lakunya terlebih dahulu. Kegiatan dalam hal ini yaitu memantau atau memonitor tingkah laku dirinya. Semakin sistematis individu memantau tingkah lakunya, maka semakin cepat individu sadar apa yang telah dilakukannya.
2)      Evaluasi diri. Setelah dilakukan observasi diri, selanjutnya adalah menentukan apakah tindakan yang dilakukan sesuai dengan standar pribadi individu tersebut. Standar ini berasal dari informasi yang diperoleh dari orang lain.
3)      Reaksi Diri. Ketika seseorang berhasil melakukan sesuatu, maka akan merasakan kepuasan dan sebaliknya. Reaksi ini dapat mengarahkan seorang individu untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi atau mengganti tujuan.
2.      Pengaturan Diri dalam Belajar menurut Pintrich dan DeGroot
Pintrich dan de Groot menjelaskan ada 3 komponen penting yang berkaitan dengan kegiatan belajar. Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Strategi metakognisi individu untuk merencanakan, memantau dan memodifikasi kognisi mereka.
2)      Cara individu mengelola dan mengontrol usaha mereka dalam tugas-tugas akademik. Contohnya siswa yang tidak menyerah dan mampu menghindari gangguan, akan memungkinkan berprestasi lebih baik karena mempertahankan dorongan tugas-tugas tersebut.
3)      Strategi kognisi secara nyata digunakan individup untuk belajar, mengingat dan memahami. Startegi kognisi yang lebih baik seperti mengulang, mengelaborasi, dan mengorganisasikan materi ternyata membantu mendorong kegiatan kognisi dan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi.
Hasil penelitian Paris, Lipson dan Wixson (1983), Pintrich (1989), Pintrich, Cross, Kozma, dan McKeachie (1986) menunjukkan pengetahuan mengenai strategi kognisi dan metakognisi tidak cukup untuk meningkatkan prestasi akademi, tetapi individu harus termotivasi untu menggunakan strategi.
3.      Pengaturan Diri dalam Belajar Menurut Zimmerman
Menurut Zimmerman, seorang individup menggunakan SRL bila individu tersebut memiliki strategi untuk mengaktifkan emtakognisi, motivasi dan tingkah laku dalam proses belajar. Dalam definisi Zimmerman, dapat diasumsikan pentingnya 3 elemen berikut:
1)      Strategi SRL merupakan tindakan dan proses yang diarahkan untuk menguasai informasi atau keterampilan yang meliputi cara, tujuan dan persepsi siswa yang bersifat instrumental. Strategi-strategi tersebut memanfaatkan metode-metode seperti mengatur dan mengubah informasi, self-consequating, pengulangan infomrasi serta penggunaan bantuan memori.
2)      Self-efficacy atau kemampuan diri mengacu pada kemampuan seseorang dalam mengatur dan melakukan tindakan yang dibutuhkan guna meraih kinerja keterampilan yang telah direnanakn untunk tugas-tugas tertentu.
3)      Tujuan-tujuan akademi, speerti nilai-nilai sosial, dan kesempatan kerja setelah lulus.
Dari elemen-elemen ini membuat seorang individup disebut self-regulated ketika individu tersebut tahu tujuan akademisnya dan persepsi atas kemampunya sendiri.
Selanjutnya Zimmerman menjelaskan dalam proses SRL terdapat tiga hal yang berpengaruh secara timbal balik yaitu, personal, lingkungan dan tingkah laku. Meski disebut berpengaruh secara timbal balik, tetapi tidak selalu simetris. Dalam suatu konteks pengaruh lingkungan dapat lebih kuat disbanding pengaruh lainnya.
4.      Pengaturan Diri dalam Belajar Menurut Vermunt.
Menurut Vermunt ada empat komponen penting dalam SRL:
1)      Strategi pemrosesan kognisi. Strategi ini merupakan aktivitas berpiki yang digunakan individu  untuk memroses isi materi yang dipelajari dan untuk mencapai tujuan belajar. Aktivitas berpikir tersebut diaragkan untuk mencapai hasil belajar.
2)      Strategi mengatur metakognisi yang diarahkan pada strategi pengaturan belajar. Strategi ini diarahkan demikian agar terwujudnya kondisi suatu tujuan belajar dapat tercapai, sehingga tidak diarahkan secara langsung pada hasil belajar.
3)      Model belajar secara mental. Model ini merupakan konsepsi yang utuh menyeluruh atau konsepsi dan miskonsepsi mengenai proses-proses belajar. Hal ini melibatkan konsepsi mengenai belajar, kegiatan-kegiatan berpikir, konsepsi mengenai diri sendiri, konsepsi mengenai tujuan-tujuan belajar, konsepsi mengeai belajar pada umumnya dan konsepsi mengenaipembagian tugas antara diri sendiri dan orang lain dalam proses belajar.
4)      Orientasi belajar merujuk kepada seluruh aspek atau ranah dari tujuan-utujuan pribadi yang ingin dicapai, niat, sikap, kekhawatiran individu yang berkaitan dengan kegiatan belajar.
Kajian Vermunt dalam penelitiannya mempunyai tiga tujuan:
1)      Untuk meningkatkan integrase konseptualisasi komponen-komponen belajar individu dan mengkaitkan aspek-aspek emtakognisi belajar seorang individu dengan strategi pemrosesan kognisi dan motivasi
2)      Untuk memperoleh pemahaman gejala atau fenomena pengaturan belajar
3)      Menguji stabilitas dari model belajar secara mental
5.      Pengaturan Diri dalam Belajar Menurut Purdie, Hattie, Douglas
Penelitian oleh Purdie dkk. tentang perbedaan konsepsi siswa SMP Australia dan Jepang dalam hal belajar dan SRL, menunjukkan bahwa walaupun terdapat perbedaan dalam konsepsi belajar namun strategi dalam konteks belajar yang digunakan siswa kedua negara tersebut sama. Siswa yang menggunakan SRL ternyata memiliki kemampuan untuk mengevaluasi kemajuan mereka untuk mencapai tujuan yang mereka tetapkan dan mengevaluasi tingkah laku sesuai hasil evaluasi yang telah dilakukan. Pembelajar tersebut menghasilkan dan mengarahkan pengalaman belajar mereka sendiri daripada bertidaksebagai respon atas control eksternal. Mereka memiliki inisiatif sendiri dengan menjalankan pilihan pribadi dan mengontrol cara yang dinginkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sendiri.
Model SRL menyatakan, faktor individu, lingkungan, dan tingkah laku merupakan faktor yang terpisah namun saling tergantung pada waktu siswa mengerjakan tugas akademik. Mengenai faktor individu yang memengaruhi belajar, teori social kognisi menekankan pada keyakinan akan kemampuan diri siswa. Keyakinan ini akan mempunyai pengaruh yang potensial terhadap penggunaan SRL dan sangat tergantung pada konsepsi belajar siswa. Sedangkan bagiaman seorang siswa memberikan makna pada kegiatan belajar dipengaruhi oleh lingkungan proses belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Soal UAS Psikoterapi PTA 2021/2022 | Universitas Gunadarma

Di bawah ini adalah soal UAS Psikoterapi PTA 2021/2022, yang dilaksanakan pada tanggal 9 februari 2022. Untuk referensi teman-teman dalam me...