A.
Hubungan
Metakognisi dengan Self-Regulated Learning (Kemandirian Belajar)
Pengaturan Diri dalam belajar atau
Self-Regulated Learning disebut juga sebagai Kemandirian Belajar. Self-Regulated
Learning atau SRL merupakan strategi pemanfaatan kognisi untuk mengatur perencanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
belajar.
Menurut Flavell, konsep
metakognitif dibagi 2 yaitu:
·
Pengetahuan
tentang kognisi (Knowledge about Cognition), atau metacognitive knowledge.
Aspek pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan individu tentang pemahaman
kognitifnya sendiri. Pengentahuan ini berkembang sejalan dengan usai dan
pengelaman seseorang. Kesadaran akan kemampuannya ini tidak dapat dijadikan
garansi bawha siswa menjadi aktif dan menjadi pembelajar yang memiliki
strategi.
·
Regulasi
Metakognitif (Metacognitive Regulation). Regulasi ini mengarah pada mekanisme
pengaturan diri seperti mengecek, merencanakan, memonitor, mengetes, merevisi
dan mengevaluasi dari aktivitas pembelajar atau pemecahan masalah. SRL terjadi
ketika pembelajar secara sistemati mengatur perilaku dan kognisinya mencapai
tujuan belajar.
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa aspek yang
kedua merupakan SRL dan mempunyai fungsi untuk melakukan mengecek,
merencanakan, memonitor, mengetes, merevisi dan mengevaluasi kegiatan belajar
atau pemecahan masalah.
Menurut Wolters 1993; Gordon and
Braun, 1985 dalam Ajisuksmo 1996, SRL bukan hanyak aspek yang menari dan
penting dari metakognisi, tetapi juga merupakan pusat inteligensi. SRL
memainkan pernaan dalam banyak macam aktivitas kognitif.
Menurut Browns 1978m berpikir
efisien yang ditandai oleh kemampuan mengecek, memonitor dan pengetasn yang
realistik dalam definisi inteligensi terbaik. Sebagai contohn, penelintian yang
dilakukan oleh Borkowski dan Turner pada tahun 1993. Hasil penelitian tersebut
melaporkan cara belajar anak penderita gangguan mental, regular dan berbakat.
Dilaporkan terdapat beberapa perbedaan dalam keterampilan metakognisi seperti:
membuat keputusan diantara tiga macam anak-anak tersebut. Anak dengan gangguan
mental tidak memiliki strategi yang sophiscated dan aktivitas pengaturan dalam
prosesn belajar mereka. Sedangkan anak berbakat merelasisaikan ektevitas dari
strategi dan menerapkan secara cepat dan juga mereka memodifikasi strategi
berhadapan perubahan tuntutan tugas.
Menurut penelitian Kluve pada tahun
1987, perebedaan umur memengaruhi aktivitas regulasi. Anak-anak lebih muda
terlihat menerapkan banyak strategi seperti anak-anak yang lebih tau. Namun,
anak -anak lebih tua menggunakan operasi analisis dan membangun model secara
lebih disbanding apa yang dikerjakan oleh yang lebih muda. Strategi belajar
merupakan berbagai oeprasi mental yang digunakan memfasilitasi belajarnya.
B.
Pengaturan
Diri dalam Belajar (Self-Regulated Learning/SRL)
Sebelum SRL diuraikan, ada
pengaturan diri dalam tingkah laku yang perlu untuk diuraikan.
1.
Pengaturan Diri
dalam Tingkah Laku
Franken menjelaskan para peneliti
membuktikan intenions atau niat yang baik saja tidak cukup untuk mewujudkan
tingkah laku. Niat yang baik harus diterjemahkan menjadi tindakan yaitu suatu
proses yang tergantung pada pengealan kekuatan biologi pada satu sisi dan
kekuatan belajar serta kognisi pada sisi yang lain. Teori pengaturan diri ini
berasal dari teori kognisi social etentang tingkah laku.
Menurut Bandura, pengaturan diri
meliputi 3 proses yaitu:
1) Observasi
diri. Sebelum mengubah tingkah laku pada diri, seorang individu harus menyadari
tingkah lakunya terlebih dahulu. Kegiatan dalam hal ini yaitu memantau atau
memonitor tingkah laku dirinya. Semakin sistematis individu memantau tingkah
lakunya, maka semakin cepat individu sadar apa yang telah dilakukannya.
2) Evaluasi
diri. Setelah dilakukan observasi diri, selanjutnya adalah menentukan apakah
tindakan yang dilakukan sesuai dengan standar pribadi individu tersebut.
Standar ini berasal dari informasi yang diperoleh dari orang lain.
3) Reaksi
Diri. Ketika seseorang berhasil melakukan sesuatu, maka akan merasakan kepuasan
dan sebaliknya. Reaksi ini dapat mengarahkan seorang individu untuk menetapkan
tujuan yang lebih tinggi atau mengganti tujuan.
2. Pengaturan
Diri dalam Belajar menurut Pintrich dan DeGroot
Pintrich dan de Groot menjelaskan
ada 3 komponen penting yang berkaitan dengan kegiatan belajar. Ketiga komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Strategi
metakognisi individu untuk merencanakan, memantau dan memodifikasi kognisi
mereka.
2) Cara
individu mengelola dan mengontrol usaha mereka dalam tugas-tugas akademik.
Contohnya siswa yang tidak menyerah dan mampu menghindari gangguan, akan
memungkinkan berprestasi lebih baik karena mempertahankan dorongan tugas-tugas
tersebut.
3) Strategi
kognisi secara nyata digunakan individup untuk belajar, mengingat dan memahami.
Startegi kognisi yang lebih baik seperti mengulang, mengelaborasi, dan
mengorganisasikan materi ternyata membantu mendorong kegiatan kognisi dan
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi.
Hasil penelitian Paris, Lipson dan
Wixson (1983), Pintrich (1989), Pintrich, Cross, Kozma, dan McKeachie (1986)
menunjukkan pengetahuan mengenai strategi kognisi dan metakognisi tidak cukup
untuk meningkatkan prestasi akademi, tetapi individu harus termotivasi untu
menggunakan strategi.
3.
Pengaturan Diri
dalam Belajar Menurut Zimmerman
Menurut Zimmerman, seorang
individup menggunakan SRL bila individu tersebut memiliki strategi untuk
mengaktifkan emtakognisi, motivasi dan tingkah laku dalam proses belajar. Dalam
definisi Zimmerman, dapat diasumsikan pentingnya 3 elemen berikut:
1) Strategi
SRL merupakan tindakan dan proses yang diarahkan untuk menguasai informasi atau
keterampilan yang meliputi cara, tujuan dan persepsi siswa yang bersifat
instrumental. Strategi-strategi tersebut memanfaatkan metode-metode seperti
mengatur dan mengubah informasi, self-consequating, pengulangan infomrasi serta
penggunaan bantuan memori.
2) Self-efficacy
atau kemampuan diri mengacu pada kemampuan seseorang dalam mengatur dan
melakukan tindakan yang dibutuhkan guna meraih kinerja keterampilan yang telah
direnanakn untunk tugas-tugas tertentu.
3) Tujuan-tujuan
akademi, speerti nilai-nilai sosial, dan kesempatan kerja setelah lulus.
Dari elemen-elemen ini membuat seorang individup
disebut self-regulated ketika individu tersebut tahu tujuan akademisnya dan
persepsi atas kemampunya sendiri.
Selanjutnya Zimmerman menjelaskan
dalam proses SRL terdapat tiga hal yang berpengaruh secara timbal balik yaitu,
personal, lingkungan dan tingkah laku. Meski disebut berpengaruh secara timbal
balik, tetapi tidak selalu simetris. Dalam suatu konteks pengaruh lingkungan
dapat lebih kuat disbanding pengaruh lainnya.
4.
Pengaturan Diri
dalam Belajar Menurut Vermunt.
Menurut Vermunt ada empat komponen
penting dalam SRL:
1) Strategi
pemrosesan kognisi. Strategi ini merupakan aktivitas berpiki yang digunakan
individu untuk memroses isi materi yang
dipelajari dan untuk mencapai tujuan belajar. Aktivitas berpikir tersebut
diaragkan untuk mencapai hasil belajar.
2) Strategi
mengatur metakognisi yang diarahkan pada strategi pengaturan belajar. Strategi
ini diarahkan demikian agar terwujudnya kondisi suatu tujuan belajar dapat
tercapai, sehingga tidak diarahkan secara langsung pada hasil belajar.
3) Model
belajar secara mental. Model ini merupakan konsepsi yang utuh menyeluruh atau
konsepsi dan miskonsepsi mengenai proses-proses belajar. Hal ini melibatkan
konsepsi mengenai belajar, kegiatan-kegiatan berpikir, konsepsi mengenai diri
sendiri, konsepsi mengenai tujuan-tujuan belajar, konsepsi mengeai belajar pada
umumnya dan konsepsi mengenaipembagian tugas antara diri sendiri dan orang lain
dalam proses belajar.
4) Orientasi
belajar merujuk kepada seluruh aspek atau ranah dari tujuan-utujuan pribadi
yang ingin dicapai, niat, sikap, kekhawatiran individu yang berkaitan dengan
kegiatan belajar.
Kajian Vermunt dalam penelitiannya mempunyai tiga
tujuan:
1) Untuk
meningkatkan integrase konseptualisasi komponen-komponen belajar individu dan
mengkaitkan aspek-aspek emtakognisi belajar seorang individu dengan strategi
pemrosesan kognisi dan motivasi
2) Untuk
memperoleh pemahaman gejala atau fenomena pengaturan belajar
3) Menguji
stabilitas dari model belajar secara mental
5. Pengaturan
Diri dalam Belajar Menurut Purdie, Hattie, Douglas
Penelitian oleh Purdie dkk. tentang
perbedaan konsepsi siswa SMP Australia dan Jepang dalam hal belajar dan SRL,
menunjukkan bahwa walaupun terdapat perbedaan dalam konsepsi belajar namun
strategi dalam konteks belajar yang digunakan siswa kedua negara tersebut sama.
Siswa yang menggunakan SRL ternyata memiliki kemampuan untuk mengevaluasi
kemajuan mereka untuk mencapai tujuan yang mereka tetapkan dan mengevaluasi
tingkah laku sesuai hasil evaluasi yang telah dilakukan. Pembelajar tersebut
menghasilkan dan mengarahkan pengalaman belajar mereka sendiri daripada
bertidaksebagai respon atas control eksternal. Mereka memiliki inisiatif
sendiri dengan menjalankan pilihan pribadi dan mengontrol cara yang dinginkan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sendiri.
Model SRL menyatakan, faktor
individu, lingkungan, dan tingkah laku merupakan faktor yang terpisah namun
saling tergantung pada waktu siswa mengerjakan tugas akademik. Mengenai faktor
individu yang memengaruhi belajar, teori social kognisi menekankan pada
keyakinan akan kemampuan diri siswa. Keyakinan ini akan mempunyai pengaruh yang
potensial terhadap penggunaan SRL dan sangat tergantung pada konsepsi belajar
siswa. Sedangkan bagiaman seorang siswa memberikan makna pada kegiatan belajar
dipengaruhi oleh lingkungan proses belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar